![]() |
Alun-Alun Tugu Malang foto: Arai Amelya |
Aku mengangguk, mencoba memahami, sambil menatap tugu yang menjulang di depanku.
Indah, guide kami pagi ini masih terus melanjutkan ceritanya. Suaranya yang sedikit dikeraskan oleh mic yang menempel di kaosnya, terdengar menembus keriuhan warga Malang yang mengikuti kegiatan jalan sehat Minggu ini.
Sungguh sedikit memalukan sebetulnya, sejak lahir hidup di Malang hingga mencapai usia siap menikah, aku sebetulnya tak tahu banyak mengenai landmark yang begitu tersohor ini. Padahal Alun-Alun Tugu ini adalah sebuah monumen yang menjadi saksi sejarah masyarakat Malang lebih dari satu abad lalu.
Ya, Kota Malang sendiri memang berdiri pada 1 April 1914 di masa pemerintahan Belanda. Di mana pada 2023, kota kelahiranku ini bakal berusia 109 tahun.
Kami satu rombongan yang berjumlah 15 orang ini kemudian bergeser mengelilingi tugu yang menjadi ikon Kota Malang itu. Melanjutkan langkah kaki kami menuju Wisma Tumapel yang terletak berseberangan dengan Hotel Splendid Inn, di sebelah barat Balai Kota Malang.
![]() |
Wisma Tumapel Malang foto: Arai Amelya |
Aku mengangguk lagi sambil terus memotret bangunan yang memiliki ciri khas gedung-gedung Eropa itu. Kembali merutuk diri karena seringkali melintas di depan Wisma Tumapel, tapi tak pernah benar-benar tahu sejarahnya.
Indah pun kembali berjalan dan mengajak kami mengikutinya. Kali ini kami dibawa melintasi pasar hewan Splendid yang sering kudatangi bersama Ibuku, saat hendak mencari makanan untuk kucing-kucingku, atau beliau mencari anggrek baru. Aku menoleh mengamati wajah teman-temanku dalam rombongan ini, tampak semburat memerah karena sinar matahari, pun terdengar keluhan kaki yang mulai letih lantaran tak pernah dibawa berjalan.
Ya, jalan kaki memang jarang menjadi pilihan bagi kami untuk menghabiskan waktu karena begitu mudahnya mengenakan kendaraan bermotor.
![]() |
Gereja Paroki Hati Kudus Yesus di pangkal jalan Kayutangan foto: Arai Amelya |
Aku meneguk air mineral yang kubawa di tumblr sambil melirik bangunan gereja di ujung kawasan Kayutangan ini. Meskipun baru berjalan kaki kurang dari satu kilometer, otakku sudah memperoleh banyak sekali cerita sejarah daripada setahunku bersekolah. Sementara tubuhku terasa semakin segar karena dia akhirnya memperoleh jatah olahraga kecil-kecilan.
Rasanya memang keputusanku ikut trip Jelajah Malang pada akhir pekan ini sangatlat tepat.
Jelajah Malang, Berwisata Sejarah Sambil Kurangi Jejak Karbon
![]() |
Rumah lawas di Kajoetangan Heritage foto: Arai Amelya |
Mempelajari sejarah, seolah membawa kita ke masa lalu. Mengintip kehidupan peradaban lama, memahami keputusan mereka dan akhirnya menatap masa depan dalam cara yang lebih berbeda.
Karena itulah saat salah satu sahabatku yang kebetulan juga anggota Eco Blogger Squad (EBS) membuka jasa trip Jelajah Malang, aku langsung mendaftar. Seperti namanya, Jelajah Malang akan membawa kalian berkeliling Kota Malang lewat cara berbeda. Karena kalian akan menjelajah dengan cara berjalan kaki, sembari melewati bangunan dan tempat penuh sejarah selama sekitar 2-3 jam lamanya.
Meskipun rute yang ditempuh sekitar dua kilometer, kalian tidak akan merasa itu membosankan atau melelahkan karena kita seolah dibawa menelusuri Kota Malang di masa lampau lewat bangunan-bangunan bersejarah yang dikunjungi. Ada beberapa rute yang ditawarkan seperti rute Kayutangan yang kupilih saat ini, rute Pecinan, rute Kampung Warna-Warni, rute Celaket atau rute Ijen.
![]() |
jarak tempuh rute Jelajah Malang yang kuikuti |
Dan tanpa kalian sadari, berwisata di tempat lokal dengan jalan kaki ini ternyata berkontribusi dalam mengurangi jejak karbon. Nggak hanya tubuh yang makin sehat, Bumi juga merasakannya.
Seperti yang udah kalian tahu, polusi udara adalah salah satu permasalah lingkungan terutama dalam penambahan emisi karbon. Dan menurut laporan United Nation Environment Programme, sarana transportasi terutama kendaraan bermotor adalah biang keladi dari 25% emisi karbon secara global.
Bahkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia, jumlah kendaraan bermotor bakal membengkak hingga 3-4 kali lipat dalam beberapa dekade ke depan. Dengan masih tidak adanya solusi masif untuk kendaraan bermotor yang memakai sumber energi alrternatif, membuat masalah polusi udara masih jauh dari teratasi.
Kalau ini dibiarkan, emisi karbon yang menumpuk bakal membuat suhu Bumi makin panas.
Terus dibiarkan lagi? Global warming akan memicu climate change yang tak terkendali dan munculnya berbagai bencana katastropik.
Semakin dibiarkan terus? Makhluk hidup di Bumi bakal segera punah.
Mengerikan?
Memang.
Tapi belum terlambat untuk menghentikan skenario horor itu.
Lewat kegiatan seringan jalan kaki, kita sudah berkontribusi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Menurut Greeners, kita disarankan berjalan kaki minimal 60 menit per hari untuk kesehatan dengan jarak 4,82 kilometer. Upaya ini rupanya sudah mengurangi 2 kilogram emisi karbon dari mobil. Kalau kamu melakukannya secara rutin selama setahun penuh, telah ada 730 kilogram emisi karbon yang terpangkas.
Bayangkan jika itu yang melakukannya adalah orang-orang satu kecamatan saja di Malang.
Tentu secara eksponensial, akan membuat udara jauh lebih bersih dan Bumi semakin nyaman disinggahi.
Jadi, Apa Aksi Kecilmu Untuk Bumi Tersayang?
![]() |
tampilan website Team Up for Impact |
Mengejutkan bukan betapa aksi kecil yang terdengar sangat sederhana seperti jalan kaki, bisa memberikan dampak besar apalagi jika dilakukan secara serentak?
Hal itu pula yang selalu didengungkan oleh Team Up for Impact (TUFI).
Sebagai sebuah aksi kepedulian lingkungan, TUFI menyadarkan kita bahwa dalam enam dekade terakhir, polusi semakin memburuk di bumi karena emisi pabrik, kendaraan bermotor hingga batubara yang dipakai untuk pembangkit tenaga listrik.
Tak perlu melakukan aksi yang kelewat besar, tapi TUFI mengajak kita untuk bersama-sama bertindak sesuai dengan kemampuan.
Kalian bisa berkunjung ke website TUFI untuk memilih berbagai challenge yang terdiri dari enam kategori berbeda yakni Sampah, Makanan, Digital, Energi, Bisnis Hijau dan Aktivisme.
Untuk kegiatan jalan kaki yang kupilih, merupakan bagian dari challenge Energi dengan aksi Bangga Jalan-Jalan Lokal.
![]() |
pilihan challengeku di Team Up for Impact |
Jika target nasional penurunan emisi pada 2024 ditetapkan sebesar 27,3%, impian negara ini mencapai nol emisi pada 2045 bisa saja terwujud. Sebagai masyarakat Indonesia yang menikmati air, tanah dan udara Ibu Pertiwi, sudah seharusnya kita bertanggung jawab untuk kelestarian sang Zamrud Khatulistiwa dan Planet Biru secara keseluruhan.
Melakukan wisata sejarah sambil berjalan kaki, itulah hal yang kupilih.
Jadi Bumi, bisakah kamu merasakan kasih sayang dari Kota Malang, 109 tahun lalu?
![]() |
salah satu sudut di Kampoeng Heritage Kajoetangan foto: Arai Amelya |
Saya juga nggak begitu paham sejarah Kota kelahiran Kuningan, hihihi... Wah baru tau ada wisata jejalah Malang dengan jalan kaki. selain sehat, juga bisa mengurangi polusi udara ya. Good job and great concept!! Semoga bisa ditiru sama kota-kota lainnya ya...
BalasHapusPastinya bangga sekali akhirnya bisa tahu sejarah bangunan yang ada di Malang ya, Kak. Senangnya lagi bisa ikut kontribusi kurangi emisi karbon dengan jalan kaki.
BalasHapusSelama ini lewat, baru tahu ceritanya alun2 tugu. Berarti hampir sama kayak bambu runcing di Surabaya ya. Anw, itu jalan kaki berapa km mbak 😲 luar biasa. Kalo jalan kaki bareng emg nggak bikin kerasa ya pegelnya. Aku viasa jalan 5 km udh ngos2an. Mungkin karena sendirian ðŸ¤
BalasHapusSudah lama aku ingin jalan kaki sambil menelusuri tempat wisata di kotaku. Tapi belum kesampaian huhu. Kelihatannya asyik sekali ya
BalasHapusBahasa Ngalam ini memang kudu cerdas dalam berpikir. Hehhe, tapi menikmati suasana Malang, jadi lebih enak dengan berjalan kaki ya.. Kalau naik kendaraan, pasti banyak hal-hal yang terlewat dan amat sangat disayangkan. Jalan kaki membuat pendatang atau penduduk asli Malang memiliki kenangan dan kisahnya tersendiri.
BalasHapusSeru banget bisa menjelajahi banyak tempat yang menarik begini. Aksi peduli terhadap bumi penting sekali dilakukan demi menjaga bumi kita juga ya. Btw, Gereja Paroki nya cakep banget yah secara arsitektur, tertarik buat jelajah kota Malang juga nih.
BalasHapusPemanasan global jika dibiarkan begitu saja akan seperti bola salju yang terus membesar dampak berbahayanya bagi bumi kita.
BalasHapusWaktunya untuk lebih peka dengan kondisi lingkungan dan mulai beraksi dengan apa pun yang kita mampu untuk menjaga kelestarian bumi
Jalan kaki kalau lagi familytrip di Luar negeri sdh biasa bahkan kalau di Jepang minim dalam sehari 13-23 km totalnya. Disana kan mengandalkan transport umum plus jalan krn dr stasiun ke TKP pasti mayan jauh.
BalasHapusSampai kami menyebut kalau ke LN bakar lemak kalau trip.dalam negeri nimbun lemak soalnya banyak kukiner dan sewa mobil.motor gampang murahðŸ¤
Nah kalau di negeri sendiri bawaane males kemana2 motor mobil atau ojek mudah
Jalanan di Indonesia emang ngga ramah pejalan kaki. Aku waktu ke Singapura sama Thailand juga full pake kaki hahaaha, transportasi umum. Tapi di Indo sewa kendaraan. Kalau di Indo jalan kaki tuh paas aku naik gunung kali yak
HapusKalau jelajah wisata emang paling enak sambil jalan kaki atau blusukan. Lebih terasa vibes zaman dulunya
BalasHapusYeeeyy jadi pengen ikutan jelajah malang lagiiii wkwkwkw meskipun aku datangnya telaaat dan nyambung di tengah jalan :p
BalasHapuskontribusi kecil tapi berdampak besar.. dengan sering jalan kaki secara tidak langsung kita sudah menyelamatkan bumi kita dari emisi gas buang kendaraan.. keren konsepnya
BalasHapusKayaknya artikel ini harus dibookmark nih, waktu aku ke malang pernah lewat tugu ini, next time ke malang harus stay sih beberapa hari dan nyobain wisata jalan kaki di sini hehe
BalasHapusJalan kaki ini sehat dan ramah lingkungan tapi sayangnya masih banyak orang yang menganggap itu menyedihkan. Contoh sederhana saja, mengantar anak sekolah jalan kaki, ini hal sederhana yang secara tidak langsung mendidik anak untuk peduli pada lingkungan, eh tapi dikomentari katanya gak kasihan sama anak, hadeh. Kontribusi sekecil apapun memang harus dimulai dari diri kita sendiri, dan secepat mungkin karena bumi makin menyedihkan.
BalasHapusJalan kaki adalah salah satu cara sederhana yang berdampak untuk mengurangi jejak karbon ya mbak
BalasHapusMbak foto alun-alun tugu nya heroik banget sih. Beda image lho jadinya dengan yang biasa aku lihat sehari-hari.
BalasHapusHahaa, makasih mbak. Kayaknya angle-nya lagi pas itu
Hapushampir 40 tahun tinggal di Malang aku juga belum paham sejarah kota Malang ahaha. Kayanya seru ya trip jelajah Malang ini, kalau ajak anak-anak pada mau nggak ya?
BalasHapusseru mbaak, bisa kok ini children friendly. Karena temen-temenku ada yang bawa anaknya diajak jalan. Rute nggak jauh dan kondisi pagi masih segar. Mereka dari usia 3-7 tahun
HapusTerakhir jalan kaki ke tempat wisata di Taman Mini Indonesia, jadi pas pintu masuk kita dianjurkan jalan kaki untuk naik kereta yang bertujuan mengelilingi rumah adat.
BalasHapussalah satu destinasi luar kota yang pengen aku kunjungin tuh Malang. suka iri kalau denger cerita temen-temen liburan ke Malang
BalasHapusAlhamdulillah masih stay menerapkan kalau jarak dekat dengan berjalan kaki, karena banyak manfaatnya, salah duanya buat lihat² jalan dan menjaga bumi ini juga
BalasHapusMalang masih termasuk muda ya kak, 109 tahun dibanding medan yang 400an tahun. Tapi saya juga gak begitu sering mengajak anak intip sejarah medan.
BalasHapusJadi lebih semangat menjaga bumi dengan berjalan kaki da menerapkan hidup yang lebih cinta bumi.
Di Surabaya saya pernah ikut bersukaria walk jadi napak tilas gitu, keliling ke beberapa wilayah di surabaya. Dipandu oleh guide tour. Ah pengen lagi saya untuk mengulanginya, biar tahu sejarah kota sendiri
BalasHapusWah aku belum pernah ke Malang, tapi berasa ikut keliling kota malang, hehe. Ikut ngebayangin capenya jalan kaki tapi seru. Kegiatan kaya gini tuh keren bgt mengajak kita untuk sama2 peduli lingkungan dan bumi. Semoga semakin banyak yg pengen ikut kegiatan kaya gini ya kak.
BalasHapusSelalu suka dengan kegiatan sejarah seperti ini, aku pengen juga napak tilas di tempat kelahiranku sebenarnya sambil belajar sejarah di sini tapi sampai sekarang belum kesampaian. Dan soal mengurangi jejak karbon memang susah banget sih untuk gak jalan kaki padahal kadang tempat dekat, ya males aja gitu kan, hehe. Semoga bisa konsisten deh jalan kaki untuk mengurangi emisi gas rumah kaca
BalasHapusJelajah sejarah kota seperti ini sangat menyenangkan. Saya selalu membayangkan suatu hari bisa melakukannya. Beberapa kali ajak teman tuk jelajah kota sendiri belum terealisasi.
BalasHapusMalang memang termasuk kota yang masih muda dibandingkan yang lain tapi dibangun sebagai metropolitan sehingga sangat tertata rapi.
Kangen Malang. Terakhir ke Malang, naik KA dari Bandung thn 2019, nemenin suami yg orang Malang. Pengen nih, jalan kaki jelajah kawasan bersejarah, mblasuk-mblasuk. Cuma lihat plangnya Kampoeng Heritage Kayoe Tangan, tapi belum dijelajahi. Sesudahnya kulineran...endez banget...
BalasHapuspengen ikutan trip jelajah jalan kaki ini, selama aku tinggal di Malang, ga kepikiran ikutan beginian
BalasHapusMalah sering lewat kayutangan, ngeliat bangunan kuno tapi belum coba cari info itu gedung apa dan sejarahnya
menarik juga belajar sejarah kota malang, Malang udah kayak hometown aku
Terakhir ke Malang sekitar15 tahun yang lalu waduh udah lama banget yak. Malang itu menarik, apalagi sekarang, semakin menarik. Semoga suatu saat bisa menjelajah Malang sekaligus belajar tentang sejarahnya.
BalasHapusSeru nih belajar sejarah dengan jalan kaki napak tilas. Sekalian menyumbang pengurangan emisi untuk bumi. Sukses Kak acaranya
BalasHapus