© Nasir Udin |
Dalam keyakinan Aluk Todolo, orang-orang Toraja berasal dari langit. Konon nenek moyang mereka dibuat langsung oleh Sang Pencipta dari bahan emas murni.
Kalau ada satu tempat di Indonesia ini yang benar-benar ingin saya kunjungi sekali seumur hidup sebelum mati, maka Toraja Utara adalah jawabannya.
Terbentang seluas lebih dari satu juta kilometer persegi, kabupaten yang ada di provinsi Sulawesi Selatan ini bukanlah sekadar kawasan wisata dengan bentang alam indah nan memikat mata. Kabupaten muda yang baru terbentuk pada tahun 2008 ini adalah sebuah dataran magis, tempat di mana salah satu suku tertua peradaban manusia di Indonesia berada, suku Toraja.
Berasal dari bahasa Bugis yakni To Riaja yang berarti orang yang berdiam di negeri atas, istilah ini tak lepas dari keyakinan dan ajaran hidup kuno yang dipegang teguh suku Toraja dari generasi ke generasi, Aluk Todolo. Agama Aluk Todolo percaya bahwa orang Toraja berasal dari langit.
Mitos ajaran Aluk Todolo menyebutkan bahwa Sang Pencipta atau yang mereka sebut sebagai Puang Matua, menciptakan segala isi bumi lewat sebuah tempayan bernama Saun Sibarrung. Saun Sibarrung yang berisi emas murni itu dihembuskan oleh Puang Matua dan terciptalah delapan makhluk di atas langit termasuk Datu' La Ukku' (nenek moyang manusia).
Datu' La Ukku' yang hidup di langit, menikah dengan To Tabang Tua dan melahirkan keturunan-keturunan termasuk Pong Bura Langi yang merupakan makhluk pertama turun ke Bumi. Keturunan pertama Pong Bura Langi yakni Pong Mula Tau, diyakini sebagai manusia pertama di Bumi ini sekaligus leluhur suku Toraja.
Bisa bertemu dengan keturunan tomanurun di langi' alias orang yang turun dari langit adalah salah satu alasan terkuat kenapa saya begitu ingin singgah ke Toraja Utara. Apalagi masyarakat suku Toraja masih memegang teguh keyakinan serta adat istiadat budaya sekalipun dunia sudah bergerak begitu modern, semakin menguatkan hasrat saya untuk bisa menjejakkan kaki di kabupaten dengan ibukota Rantepao tersebut.
7 Rencana Liburan Impian Saya di Toraja Utara
Kalau disuruh memilih, ada tujuh hal yang jadi rencana besar kunjung wisata saya kelak di Toraja Utara. Ketujuh hal yang tak cuma untuk berlibur semata, tapi juga mengingatkan akan kekuatan besar di alam semesta ini, melalui bahasa kematian.
1. Tongkonan di Desa Kete Kesu
© Shutterstock
Sebagai manusia Jawa yang cuma pernah melihat Tongkonan dari buku-buku pelajaran sejarah selama sekolah, Desa Kete Kesu adalah sebuah kawasan impian untuk membuat imajinasi menjadi nyata. Bagaimana tidak impian, di desa wisata ini, kehidupan tradisional masyarakat Toraja bisa dilihat langsung termasuk menatap Tongkonan yang begitu megah itu.
Saya tak tahu bagaimana reaksi diri ini saat bisa duduk di samping bangunan-bangunan Tongkonan berusai 300 tahun itu. Tentunya bisa selfie di tengah jalan dengan sisi kanan kiri Tongkonan yang berdiri kokoh adalah sebuah agenda wajib saat menjejak Desa Kete Kesu.
2. Mengantarkan Arwah Lewat Rambu Solo'
© Tempo/Hariandi Hafid
Selain melihat Tongkonan secara langsung, hal lain yang begitu ingin saya saksikan di Desa Kete Kesu adalah hadir dalam ritual kematian Rambu Solo'. Bagi suku Toraja terutama mereka yang masih memegang teguh keyakinan Aluk Todolo, Rambu Solo' adalah sebuah tradisi yang sangat penting. Ajaran Aluk Todolo yakni bahwa mereka yang meninggal dunia dan belum dilakukan Rambu Solo', dianggap sebagai tomakula', sehingga harus tetap dilayani seperti diberi makan dan minum.
Barulah saat Rambu Solo' berhasil digelar, arwah-arwah itu baru akan meninggalkan dunia. Dari banyaknya urutan acara Rambu Solo', saya tentu akan sangat bahagia bisa menjadi saksi agenda ma'tundan ('membangunkan jenazah' dengan lagu dan pukulan gong), mantunu (penyembelihan dan pembagian daging kerbau) sampai ma'peliang (memasukkan jenazah ke kubur batu).
Belum lagi berbagai tarian seperti tarian prajurit ma'randing dan tarian ma'katia bakal tampil saat Rambu Solo' . Bahkan bisa saja saya datang tepat dalam hitungan 12 tahunan, sehingga bisa melihat penampilan tarian manganda' dalam ritual ma'bua.
3. Ritual Zombie Tradisi Ma'nene
© The Guardian/Claudio Sieber
Waktu saya masih bekerja sebagai writer di KapanLagi.com®, saya pernah mengulas ulang berita mengenai tradisi Ma'nene suku Toraja yang begitu menggemparkan jurnalis luar negeri. Bagaimana tidak menggemparkan, Ma'nene tampak seperti potongan adegan dari serial TV THE WALKING DEAD, di mana mayat-mayat manusia dihadirkan dalam kondisi zombie.
Namun Ma'nene bukanlah membuat jasad orang Toraja bangkit lagi, melainkan ini adalah ritual tiga tahunan yang bertujuan membersihkan mayat orang meninggal. Seperti selayaknya kegiatan pembersihkan, jasad-jasad yang tidak membusuk dan tampil bak mumi atau zombie itu dikeluarkan dari dalam peti mati tradisional (erong), baru kemudian pakaiannya diganti.
Rasa-rasanya butuh stok hoki yang cukup tebal supaya saya bisa beruntung menikmati tradisi Ma'nene ini.
4. Gua Kematian Londa
© pacebotours
Ada kisah cinta yang selalu dikenang masyarakat Toraja dan begitu menarik perhatian saya, yakni Batingna Lebonna (tangisan duka Lebonna). Disebutkan pada zaman dulu di desa Bau, hidup seorang perempuan cantik bernama Lebonna. Ada banyak pria yang terpikat dan ingin menikahinya, tapi selalu ditolak oleh Lebonna. Hingga akhirnya Lebonna bertemu dengan seorang ksatria tampan nan pemberani bernama Massudilalong Paerengan.
Sejoli yang dimabuk cinta inipun saling bersumpah sehidup semati, dan berharap dikuburkan bersama. Ketika asmara begitu indah, Lebonna mendapat ujian karena Paerengan harus pergi ke medan perang. Saat perang berlangsung, seorang pasukan Paerengan yang begitu menyukai Lebonna, justru kabur dan berkata bohong kalau Paerengan tewas. Begitu terluka, Lebonna pun memutuskan bunuh diri. Jasad Lebonna dikuburkan di liang-liang batu, bersama dengan Paerengan yang menyusul tak lama kemudian karena rasa kehilangan luar biasa.
Bicara soal kuburan liang batu, saya jadi teringat dengan Londa. Berada di Desa Sendan Uai, Kecamatan Sanggalangi, Londa adalah kompleks pemakaman di tebing bebatuan. Kamu bisa melihat banyak sekali erong terletak di lubang-lubang gua batu lengkap dengan tau-tau (patung kayu) yang ada di setiap mulut gua. Sekadar informasi, tau-tau adalah patung yang dipahat menyerupai orang yang meninggal di dalam erong.
Konon katanya lokasi Londa yang ada di tebing batu besar ini memiliki suasana sejuk dan menyegarkan. Dengan nuansa gaib yang begitu kental, Londa seolah mengingatkan kita semua, manusia yang bisa bernapas ini, bahwa tujuan akhir adalah kematian di alam yang abadi kelak.
5. Bori Parinding si Stonehenge-nya Indonesia
@iqbal_kautsar
Kalian pernah tahu Stonehenge, bukan? Lingkaran batu berdiri di Amesbury, Wiltshire, Inggris itu diyakini sudah ada sejak 3.000 SM - 2.000 SM. Tak perlu jauh-jauh ke Inggris, Toraja Utara juga punya kompleks megalitikum yakni Bori Parinding atau Rante Kalimbuang di Desa Bori. Konon kabarnya ada lebih dari seratus batu menhir yang terpasang berdiri tegak di Rante Kalimbuang ini.
Kalau kamu tidak tahu, rante adalah tempat digelarnya ritual Rambu Solo' untuk kalangan masyarakat kasta tertinggi di suku Toraja. Sudah berdiri sejak tahun 1617, bebatuan di Bori Parinding ini konon dibawa oleh penduduk setempat dari puncak gunung batu. Rasanya pasti begitu surreal bisa ada di dekat batu-batu dari peradaban kuno.
Oiya, di dekat Bori Parinding ini juga ada pohon Tarra, flora resmi kebanggaan Toraja Utara. Di area pohon Tarra itu ada passiliran atau pemakaman khusus bayi-bayi yang meninggal dunia. Terdengar seperti pohon Taru Menyan di desa Trunyan, Bali? Hmm, hampir sama karena kedua pohon ini diperkirakan sudah berusia ratusan tahun.
Tidak semua bayi yang meninggal bisa dikebumikan di passiliran, karena hanya bayi yang belum memiliki gigi. Bagi masyarakat Toraja, bayi yang meninggal dalam kondisi belum mempunyai gigi, masihlah suci. Mayat-mayat kecil itu kemudian dimakamkan dengan cara membuat lubang pada pohon Tarra dan kemudian ditutup dengan ijuk dari tanaman enau yang menempel di batang pohon Tarra.
6. Gumuk Pasir Sumalu
© Kemenparekraf
Waktu saya liburan ke Yogyakarta, saya begitu terpesona dengan gumuk pasir Parangkusumo di pantai Parangtritis. Dan ternyata hamparan pasir bak gurun di benua Afrika dan Asia Barat itu juga bisa ditemukan di Toraja Utara. Berada di Sumalu, Kecamatan Rantebua, gumuk pasir ini akan mengingatkan kalian semua dengan bukit Painted di Wheeler County, negara bagian Oregon, Amerika Serikat sana.
Hamparan perbukitan pasir yang memuncak dan melandai dengan ketinggian beragam ini, membuat gumuk pasir Sumalu begitu eksotis. Belum lagi alur bergelombang dan lapisan-lapisan warna pada pasir yang terbentuk alami karena hembusan angin, seolah jadi bukti sekali lagi kalau Toraja Utara memang dilukis Puang Matua dengan sepenuh hati.
7. Danau Limbong yang Misterius
© instagram.com/jjs_makassar
Tak selamanya berwisata ke Toraja Utara selalu identik dengan tradisi-tradisi mistis yang lekat dengan arwah leluhur. Seperti yang sudah saya bilang, hamparan alam Toraja Utara begitu mempesona dan sangat unik. Selain gumuk pasir Sumalu, danau Limbong di Mentirotiku, kecamatan Rantepao haruslah dikunjungi pula.
Sebagai kolam alam, danau Limbong menyimpan misteri yang seolah mengajak kita untuk datang. Berdiam menikmati airnya yang berwarna hijau dan flora fauna yang hidup berdampingan, menyadarkan kita semua bahwa semua makhluk di semesta ini saling ada untuk menjaga dan memberikan manfaat satu sama lain.
Toraja, Tanah yang Berujung di Langit
Ah, hanya membayangkan saja, saya bisa menilai kalau liburan ke Toraja Utara tentu akan menjadi salah satu rencana terbaik dalam hidup. Sebagai seorang blogger, saya ingin bercerita kepada dunia, mengenai betapa luhurnya cara hidup masyarakat Toraja, berdampingan dengan alam dan pandangannya terhadap kematian yang tak harus dilalui dengan kepiluan tak berujung.
Masyarakat Toraja dengan keyakinan Aluk Todolo mengajarkan bahwa manusia hanyalah makhluk yang akan singgah di bumi, dan kemudian kembali lagi ke langit, tempat di mana kita semua ini berasal. Karena cuma sementara, manusia haruslah menjaga apa yang ada di bumi ini, termasuk hidup berdampingan dengan hewan dan tumbuhan. Seperti filosofi kehidupan suku Toraja, 'hidup untuk mati', maka jadilah orang yang begitu menghargai dan bermanfaat saat hidup, sehingga kita bisa menyambut kematian layaknya sahabat lama.
Dengan begitu banyak hal yang ingin saya lakukan di Toraja Utara, andai saya cukup beruntung untuk singgah dan diundang hadir ke dataran magis tersebut, saya akan dengan senang hati membagikan kisahnya melalui tulisan. Satu-satunya cara saya mengetuk perasaan banyak orang untuk mengajak mereka singgah di Toraja, tanah yang berujung di langit.
Semoga, kita segera berjumpa ya Toraja Utara!
TORAJAAA, memang sungguh magis budayanya adatnya bahkan alamnya yang juga memukau. Saya juga punya impian untuk menjejakkan kaki disini, dan sudah saya tulis juga di blog pribadi saya. Semoga kita punya kesempatan untuk datang ke Toraja ya kak.
BalasHapusKeren juga loh Toraja ini, kebudayannya sampe sekarang terjaga dengan baik. Jadilah banyak turis yang penasaran dan sampai sekarang jadi detinasi impian cuma buat liat kebudayaannya yang magis abis
BalasHapusToraja menyimpan segala hal magis yang sebenarnya kutakuti. Tapi sayangnya, aku juga begitu ingin berkunjung. Menjelajah segala cerita magis itu.
BalasHapusSungguh menarik untuk diceritakan kembali kepada pembaca nantinya.
Semoga kak Arai berkesempatan ke sana ya. Karena memang kebudayaan lokal di Toraja ini khas Nusantara yang perlu dilestarikan dan memiliki makna mendalam. Sukses ya kak
BalasHapustradisi Ma'nene ini beneran unik dan luar biasa banget kece nya. Aku penasaran banget pengen lihat. Semoga beruntung bisa melihat sendiri ya kak
BalasHapus
BalasHapusDari dulu selalu taljub sama upacara kamatian "termahal" yang ada di toraja kak. Kental sekali ya budaya mereka.
Dan aura mistisnya itu loh, kerasa banget meski cuma sekedar baca doang. Belum terjun langsung ikitan acaranya
mantap banget itu tulisannya mba arai di kapanlagi sampai bikin banyak orang luar kaget ya. aku juga pernah dengar cerita itu dari temanku yg asal sana. Membuatku kagum kagum sendiri. Semoga budaya baik di sana tetap lestari yaa. Semoga kapan2 juga bisa main ke sana
BalasHapusIya aku juga tahu Tongkonan dari buku pelajaran aja waktu SD disuruh bikin kliping rumah-rumah adat gitu. Semoga sih bisa lihat langsung ke Toraja ya nanti.
BalasHapusYang aku ingat sih dulu tentang Toraja makamnya yang di unik di simpat di gunung 2gitu berbentuk laci
Falsafah orang Toraja " Aluk Todolo" ini benar-benar sarat pesan
BalasHapusKita ini hanya sementara di bumi. Kaki kita masih di bumi, tak perlu bersikap langit
Tetaplah rendah hati dan peduli pada sesama. Pada akhirnya kita akan kembali pada sang pencipta. Begitu kata seorang kawan yang dari Toraja waktu saya masih ngekost dulu. Kebetulan sekamar dengan dia. Meski belum pernah ke Toraja, sedikit-sedkit saya mengerti adat budaya mereka yang luar biasa
Semoga suatu hari bisa benar-benar menginjakkan kaki di Tana Toraja
ritual, budaya, adat, dan agama yang di lakukan oleh suku Toraja sangat unik. Pantas aja banyak wisatawan yang datang ke sini baik lokal maupun internasional
BalasHapusYa ampun... Penih dengan aroma magis. Tapi unik dan bikin penasaran. Pastinya ada tata krama yang wajib dipatuhi saat berkunjung ke sana ya Kak. Menghormati adat sekaligus menjaga diri.
BalasHapusAh senangnya yang sudah jalan jalan ke Toraja
BalasHapusProses pemakaman di Toraja memang unik ya
itu jadi daya tarik wisatawan
Yang kuingat dari Toraja tentu saja kopinya yang melegenda dan kesohor dengan kenikmatan istimewa. Memang tradisi dan adat setempat sangat unik ya Kak, terutama Ma'nene dan Londa itu. Bahkan mungkin sulit dicari tandingannya di negara lain, jadi layak jadi pesona Nusantara.
BalasHapusWah keren nih toraja ya kak arai... Beberapa teman sudah bolak-balik ajakin jadi nyesel belum kesana padahal indah banget wisatanya ya
BalasHapusBetapa manusia memang hanya singgah di Bumi, sehingga perlu menjaga alam Bumi dengan baik.
BalasHapusDuh keren yaaaa apa yang orang Toraja percayai.
Aku baru tahu kalau di Toraja juga ada fenomena Gumuk Pasir seperti di Jogja.
Setiap membaca nama Toraja kenapa ya yang terbayang adalah hal-hal yang berbau magis gitu.. Tapi memang bikin penasaran. Penginnnn suatu hari nanti sampai kesana...
BalasHapustahun 2013 mengunjungi Toraja namun sayangnya belum semua yang di atas saya datangi terutama yang Gumuk pasir Sumalu, wah pengen banget ke sana, wajib balik lagi ke sana ini mah
BalasHapuspengen banget ke Gumuk Pasir Sumalu :')
BalasHapussemuanya menggiurkan untuk didatangi Kak
BalasHapussemoga ada rejeki main ke sana, perjalanan yang pasti bakalan seru dan bikin pengalaman makin kaya
Toraja emang keren dan sisi mistisnya selalu jadi daya tarik sendiri.
BalasHapusPembahasan gaya bertuturnya asyik banget dibaca...
BalasHapus