https://www.idblanter.com/search/label/Template
https://www.idblanter.com
BLANTERORBITv101

Wisata Tanah Datar: Istana Pagaruyung, Replika Sejarah Abadi Suku Minangkabau

Kamis, 08 Oktober 2020

 

Istana Pagaruyung tampak depan
Istana Pagaruyung tampak depan


Pagaruyuang jo Batusangka
Tampek bajalan dek urang Baso
Duduak tamanuang tiok sabanta
Oi takana juo

Sayup-sayup lagu Ayam den Lepeh yang dinyanyikan Ria Amelia membangunkan saya pagi ini. Sebagai peranakan Jawa-Minang, saya sedari kecil sudah terbiasa mendengarkan lagu-lagu Minang di pagi hari. Dan lagi-lagi suara uni Ria membuat saya teringat pada perjalanan empat tahun lalu ke Istana Pagaruyung.

Tahun 2016 lalu, saya berkesempatan untuk pulang kampung ketiga kalinya ke tanah kelahiran Ibu saya di Simaung, Nagari Nan Tujuah, Palupuh, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Berbarengan dengan Idul Fitri, saya akhirnya merasakan Lebaran untuk pertama kali di Simaung, tempat Ibu saya dilahirkan.

Setelah tradisi kunjungan antar rumah yang membuat perut super gemuk dilakukan, saya mengajak sepupu saya, Sudir, untuk berkunjung ke beberapa tempat wisata di Agam dan Bukittinggi, mumpung jadwal flight balik ke Jawa masih tersisa beberapa hari. Akhirnya saya dan Sudir sepakat untuk pergi ke Istana Pagaruyung yang terletak di Tanjung Emas, kota Batusangkar, kabupaten Tanah Datar.

Rute Perjalanan Menuju Istana Pagaruyung

hamparan sawah perjalanan ke Istana Pagaruyung
hamparan sawah dan latar gunung Marapi

Sebagai manusia yang bermental mudah muntah saat naik mobil, saya mengajak Sudir untuk naik sepeda motor saja ke Istana Pagaruyung.

Nekat?

Memang, hahaha...

Beruntung Sudir yang berusia tiga tahun lebih muda daripada saya ini, menyanggupi permintaan uni-nya. Saya memang lebih terbiasa solo travelling dengan sepeda motor di sebuah kota, sehingga tidak gentar waktu Sudir bilang perjalanan Simaung-Istana Pagaruyung bakal menghabiskan waktu sekitar dua jam.

Berangkat di pagi hari, kami pun memulai perjalanan darat sepanjang kurang lebih 70 kilometer.

Baca juga: 'MULAN' (2020): Usaha Benci dan Cinta Untuk Disney

Satu hal yang membuat saya tidak bosan atau merasa lelah untuk duduk dua jam di sepeda motor adalah karena perjalanan kami menembus bukit dan dihiasai hamparan gunung serta sawah di Tanah Minang yang begitu mempesona.

Sepanjang perjalanan dari rumah Makuo (Ibu Sudir) ke Bukittinggi, kami menembus hutan Bukit Barisan yang begitu sejuk. Setelah melewati kota Bukittinggi dan membeli minuman, perjalanan menuju Batusangkar menghadirkan penampakan gunung Marapi yang menjulang begitu gagah. Semakin dekat dengan lokasi Istana Pagaruyung, hamparan sawah dan perkampungan rumah adat Minang semakin jelas terlihat yang membuat saya sungguh rindu waktu menulis cerita ini.

Berbeda dengan di Agam atau Bukittinggi yang lumayan sejuk, semakin dekat ke Tanah Datar cuacanya waktu itu mulai panas. Jadi saran saya buat kalian yang mau ke Istana Pagaruyung, jangan lupa membawa topi dan mengenakan pakaian santai, supaya bisa lebih leluasa.

Jam Operasional dan Harga Tiket Masuk Istana Pagaruyung 

bangunan Istana Pagaruyung (1)
Berpose dengan latar Istana Pagaruyung

 

Saya dan Sudir tiba sekitar hampir Duhur di Istana Pagaruyung. Mungkin karena kami berkunjung setelah Lebaran, waktu itu kondisinya cukup ramai oleh wisatawan. Sudir pun memarkirkan motornya dan saya menuju loket untuk membeli tiket masuk. 

Buat kamu yang ingin ke Istana Pagaruyung, berikut informasi jam operasional sekaligus harga tiket masuknya (informasi per Maret 2020):

Jam Operasional: 08.00 - 18.00
Harga Tiket Masuk:
- Wisatawan Lokal = Rp15.000 (dewasa) dan Rp7.000 (anak-anak)
- Wisatawan Mancanegara = Rp25.000

Setelah membeli tiket, kami berdua pun masuk. Langkah saya langsung terhenti saat melihat bangunan megah Istana Pagaruyung. Bagian atap bagonjong yang merupakan ciri khas arsitektur Minangkabau membuat saya kagum. Rumah panggung besar ini mau tak mau mengingatkan saya ke drama-drama Korea bergenre saeguk atau kerajaan di masa lampau. 

Jadi ingat juga kalau chef Gordon Ramsay sempat datang ke Istana Pagaruyung beberapa bulan lalu saat syuting program Gordon Ramsay: Uncharted di National Geographic Channel.

Mengagumi Arsitektur dan Ruangan Istana Pagaruyung

bangunan Istana Pagaruyung (2)
2016, ngehits pake Go Pro dong ah...
 

Bak rumah gadang raksasa, Istana Pagaruyung memang merupakan rumah panggung yang bertingkat tiga. Arsitektur tradisional Minangkabau jelas terlihat dari 11 gonjong yang menghiasi bagian atap bangunan. Keberadaan 72 tonggak penyangga membuat Pagaruyung terlihat benar-benar megah apalagi aneka ornamen ukiran penuh warna di seluruh dindingnya.

Baca juga: Air Terjun Watu Ondo, Si Kembar Cantik di Kaki Gunung Welirang

Oiya, kamu harus melepas alas kaki saat memasuki Istana Pagaruyung dan menyimpan sepatu sebelum memasuki bangunan. Entah sekarang masih seperti itu atau tidak, yang jelas empat tahun lalu waktu saya dan Sudir ke sana, harus wajib demikian. Untung saja pakai kaos kaki yang proper, tidak bau dan bolong, sehingga kepercayaan diri meningkat.

Pada tingkat pertama Istana Pagaruyung, ada ruangan sangat besar yang mempunyai area singgasana raja pada bagian tengah. Di belakang singgasana, ada tujuh buah kamar yang diperuntukkan kepada putri-putri raja yang sudah menikah. Sementara untuk tingkat kedua, merupakan ruangan bagi putri-putri raja yang belum menikah seperti saya.

bangunan Istana Pagaruyung (3)
Melihat rakyat jelata dari anjung peranginan


Di tingkat teratas, terdapat anjung peranginan yang berada tepat di bawah atap gonjong. Ruangan ini rupanya menjadi area raja dan permaisuri melihat kondisi di sekitar istana. Saat itu, ada banyak sekali orang yang ingin berfoto di jendela-jendela lebar dengan latar halaman Istana Pagaruyung. Saya pun harus antre untuk mendapat foto yang oke, meskipun tidak sesuai harapan.

Tak hanya anjung peranginan, beberapa koleksi senjata pusaka yang konon asli milik Kerajaan Pagaruyung seperti tombak, pedang dan senapan peninggalan Belanda juga tersimpan rapi. Bangunan utama ini juga memiliki jalur ke bangunan-bangunan lain yang kini diperuntukkan untuk fasilitas wisatawan seperti toilet, mushola, tempat istirahat sampai pusat kuliner.
 

Terbakar Berulang Kali, Istana Pagaruyung Sekarang Hanyalah Replika

bangunan Istana Pagaruyung (4)
Arsitektur bagian dalam Istana Pagaruyung
 

Saat berkeliling di tingkat pertama, terdapat sebuah layar yang menjelaskan mengenai sejarah Istana Pagaruyung. Saya jadi tahu kalau bangunan yang saya datangi ini adalah replika dari Istano Basa yang asli.

Istano Basa milik Kerajaan Pagaruyung sebetulnya berada di atas bukit Batu Patah yang bisa kamu lihat di perjalanan menuju Istana Pagaruyung. Sayang bangunan asli itu sudah terbakar habis pada tahun 1804 oleh kaum Paderi yang berperang melawan para bangsawan dan kaum adat. Sempat dibangun lagi, Istano Basa kembali terbakar pada tahun 1966.

Sepuluh tahun kemudian, Gubernur Sumatera Barat kala itu yakni Harun Zain memulai proyek pembangunan kembali Istano Basa. Namun kali ini bangunan baru itu tidak ada di atas bukit Batu Patah, tapi berpindah ke lokasi baru yang lebih ke selatan. Di akhir tahun 1970-an, Istana Pagaruyung kembali dibuka untuk umum dan jadi destinasi wisata.

Berbeda dengan Istana Pagaruyung asli yang dibangun dengan batang-batang kayu seluruhnya, Istano Basa yang saya datangi ini merupakan replika sejarah yang sepenuhnya dibangun dengan struktur beton modern. Namun penggunaan material kayu ukiran yang berciri budaya Minangkabau, membuat Istano Basa replika ini tampak bak aslinya.

bangunan Istana Pagaruyung (5)
Tampak samping bangunan Istana Pagaruyung



Sayang pada 27 Februari 2007, Istana Pagaruyung ini lagi-lagi terbakar hebat karena sambaran petir di puncak atap bagonjong. Kebakaran hebat membuat sebagian dokumen dan kain-kain hiasan sejarah musnah jadi abu, dan cuma menyisakan 15 persen peninggalan sejarah. Barang-barang yang tersisa itu bisa kamu temukan di Balai Benda Purbalaka Kabupaten Tanah Datar. Sementara untuk harta pusaka Kerajaan Pagaruyung, ada di Istano Silinduang Bulan yang berjarak dua kilometer dari Istano Basa.

Baca juga: Makna Lagu 'Donna Donna': Tak Cuma Anak Sapi dan Burung, Tapi Takdir Tuhan

Menelan biaya lebih dari Rp20 miliar, Istana Pagaruyung versi baru yang saya datangi ini diresmikan Presiden SBY pada Oktober 2013. Dengan usianya yang masih tiga tahun kala itu, fasilitas di obyek wisata ini cukup mumpuni dan terjaga kebersihannya. Semoga ketika saya bisa kembali lagi ke Bukittinggi, saya bisa datang lagi ke tempat ini.

Sampai ketemu, Istana Pagaruyung!


Author

Arai Amelya

I'm a driver, never passenger in life

  1. Bagus ya istananya. Semoga bisa punya kesempatan ke sana. Kalau istananya yang asli juga deket sama Istana Pagaruyung juga kah mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. sekitar dua kilometer ke arah utara kalau nggak salah mbak. Pas perjalanan ke Pagaruyung, sodaraku sempet nunjukin lokasi aslinya, nglihat dr kejauhan

      Hapus
  2. Wah terbakar mulu, soalnya bangunannya didominasi kayu, jadi mudah terbakar ya. Di situ ditulis Istano Basa dan juga Istano Baso ?

    Kalo pemandangan alamnya bagus mah, gak bakalan bosen di perjalanan ya, meski harus duduk di atas motor...


    BalasHapus
    Balasan
    1. Istano Basa kak yang bener. Istano Rajo Basa, typo sudah dibenerin hahahaa.

      Bener banget, kalau pemandangannya oke mah, gas aja jalan naik motor

      Hapus
  3. Saya baru merasakan aura sejarah Minang lewat ulasan bangunan bersejarah di tulisan Kak Arai ini. Ternyata begitu penampakan istana khas Minangkabau yaa....

    Saya merasakan syahdu ketika membaca perjalanan Kakak dan saudara ke istana Pagaruyung. Perjalanannya udah menarik ya... Lokasi wisata apalagi. Semoga bisa mengalami datang ke sana.
    Salam kenal dari Blogger Purwokerto Jawa Tengah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaah, makasih kak. Seneng kalau rasanya baca tulisanku kayak ikut liburan bareng hehe. Aamiin semoga kak Iim bisa ke Pagaruyuung yah. Salam kenal juga dari Malang, Jawa Timur

      Hapus
  4. aku kira beneran mudik kemaren ini, ternyata 4 tahun silam ya, hehe..
    aku belum pernah nih ke Sumbar, padahal deket banget dari Sumut. Cuma denger-denger cerita aja dari temen yg memang kebanyakan dari sana.

    untuk HTM nya kira-kira masih sama atau udah naik itu yak, hihi..

    BalasHapus
    Balasan
    1. tahun ini absen-seabsen-absennya dari melancong kak. Kok ya pas tadi denger lagu Minang, jadi keinget, tulis deh hehe.

      Ini aku HTM-nya masih sama kok, sebelum pandemi. Kayaknya sih masih sama hahaah, ntar ku-update deh tanya sodara lagi

      Hapus
  5. temenku yang kampung halamannya di padang pernah cerita tentang istana ini, tapi aku sih belum pernah kesana. benar ternyata ya udah kena kebakaran berkali-kali. semoga kali ini gak kebakar lagi ya

    BalasHapus
  6. Impian bangeeet bisa kesana kak Arai huhu, mau banget dong. Mudah-mudahan pandemi segera berakhir yaa jadi bisa jalan2 kemana aja

    BalasHapus
  7. Dilematisnya bangunan tua dari kayu itu ya mudah terbakar yaaa. Padahal klasik banget. Semoga bangunan istana pagaruyung yg sekarang terawat dengan baik, biar anak cucu kita bisa ke sana nanti.

    BalasHapus
  8. Iya sih mbak, kalo saya dikasih pilihan naik motor atau mobil ya jelas pasti lebih milih motor. Saya enggak terlalu pemabuk, cuman naik mobil cukup bikin kepala saya pusing. Btw cakep deh bangunannya :D

    BalasHapus
  9. Aku fokus sama foto-foto Mbak yang apik hihi. Ada caption "rakyat jelata" lagi 😂 jadi inget sesuatu

    BalasHapus
  10. Masya Allah besar sekali ya mbak bangunannya, cagar budaya yang memang harus dilindungi ini

    BalasHapus
  11. Sayang sekali ya Mba.. terbakar hingga bersisa 15% saja peninggalan sejarahnya..
    Pengen banget nanti kalo ke tanah Minang bisa main ke istana Pagaruyung ini..

    BalasHapus
  12. Wah aku baru tahu nih tentang istana Pagaruyung ini...aku sendiri blm pernah ke Padang. Jadi penasaran nih..

    BalasHapus
  13. Sayang bgt ya mba, kebakar berkali2 dan menelan biaya sbesar itu.. tpi HTMnya tetep ramah dikantong ya, aku pecinta padang jdi pengen makan lgsg dsana kapan2

    BalasHapus
  14. Baca artikel ini jadi pengen ke bukittinggi, semoga suatu hari bisa pergi kesana, sholawatin dl ah 😊

    BalasHapus
  15. Wah, sampai berulangkali terbakar ya? Mungkin perlu disiasati dengan pemasangan penangkal petir, ya? Lumayan juga biaya yang dikeluarkan untuk merenovasi ulang. Apalagi jadi kehilangan banyak dokumen bersejarah. Semoga setelah ini nggak pernah terjadi kebakaran lagi maupun musibah lainnya, ya. Agar anak cucu kita tetap bisa menikmatinya di masa yang akan datang.

    Haduh, bicara anak cucu. Saya aja belum kesana, hahaha .. Bismillah, semoga Allah mudahkan. Aamiin.

    BalasHapus
  16. Karena ini replika, gimana mereka membangun dengan membandingkan yang lama, yang sudah terbakar habis di Abad 18 ya. Seberapa otentik gitu? Atau adakah manuskrip gambar yang lama.

    Untuk upaya yang dilakukan pemerintah agar menghindari kejadian terbakar lagi adakah?
    Saya mau nangis baca hanya 15 persen yang tersisa. hhuhu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sayang sekali mbak, saya pun udah ngublek-ngublek Google dan nggak nemu foto lawas Istano Basa Pagaruyung. Pas dateng ke sana, di monitor yang dijelaskan pun peristiwa kebakarannya aja, nggak ada informasi soal foto lawasnya.

      Seharusnya sih ada manuskrip ya, karena ini kan replika bangunan bersejarah, jadi nggak mungkin kalau dibuat serampangan. Mungkin pakai bantuan keluarga Kerajaan Pagaruyung yang masih tersisa, makanya pembangunannya selalu makan waktu lama.

      Katanya sih sekarang di puncak atap bagonjong udah dipasang penangkal petir. Harusnya sudah bisa mencegah peluang kebakaran, tapi kalau dibakar tangan manusia, nggak tahu lagi deh. Sedih mbayanginnya.

      Hapus
  17. Sayang banget sampai terbakar berulang kali begitu. Kalau bangunannya bisa dibuat replika, lha isinya itu, eman banget tinggal 15%. Melihat istana replikanya saja sudah indah dan penuh kenangan. Tak terbayang kalau istana yang asli. Pasti stok fotoku melimpah kalau berkunjung ke sana.

    BalasHapus
  18. Etnik banget pastinya bangunannya :) walaupun replika, tetapi pengenalan budaya seperti ini memang dibutuhkan oleh masyarakat, agar tetap mengenal budaya nenek moyang kita :)

    BalasHapus
  19. Saya sudah dua kali ke sini, Kak. Tahun 2018 dan 2019. Pertama ngetrip barengan teman-teman by plane, kedua sama keluarga roadtrip dari Jakarta.
    Kagum banget meski istana ini hanya replika. Aku juga sewa baju di lantai dasar di tiap kunjungan, biar berasa jadi anak daro...:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waah, seru yah. Iya kak, akupun awalnya mikir ini Istano Basa yang asli, ternyata replika, tapi memang bagus banget sih. Keren, nggak kalah sama istana2 kerajaan di drama Korea haha.

      Aku nggak sempet sewa baju kak, di rumah makuo ada banyak mkwkaka

      Hapus
  20. Meskipun belum pernah keliling Indonesia tapi saya punya teman dari ujung barat Indonesia sampai Papua. Apalagi sekarang ini dimana makin dekat saja jarak yang dulu tak terjangkau. Jadi menjaga budaya tiap daerah seperti usaha saya menjaga ikatan persahabatan dengan teman2 se Indonesia

    BalasHapus
  21. Istana Saeguk versi minang, cakep! Saya dari dulu pengen banget bisa jalan2 ke daerah Sumatera Barat. Kalo kata suami, nggak ada yg nggak indah disana untuk pemandangan alamnya. Jadi tambah lagi tujuan saya kalo kesempatan itu dateng, ya ke istana pagaruyung ini. Makasi infonya ya mbak.

    BalasHapus
  22. Untuk membangun replikanya saja menghabiskan dana sampai 20 milyar.
    Sungguh kaya nenek moyang kita dulu ya, mampu membangun istana megah

    BalasHapus
  23. Hikss, ini tujuan wisata kami sekeluarga lho Juli lalu, eh ada Coronce jadinya terpaksa ditunda.Mengalami kebakaran berulang kali jadi istano Pagaruyuang ini hanya replika ya, tp meski demikian teteup menjadi destinasi jalan2 yg keren.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yaah, sayang banget kak. Semoga coronces segera pergi dan bisa balik lihat Pagaruyuang ya kak. Sekalipun replika, dibuat dengam serius dan mendekati aslinya memang

      Hapus
  24. Indah banget tanah minang ini ya kak, kaya dengan sejarah pula. Sejak masa smp dulu waktu tinggal di sumsel pengen kesini, sampai puluhan tahun belum juga nih, semoga nanti ada kesempatan kesini

    BalasHapus
  25. Ke sini dua tahun lalu saat lebaran
    Kurang menikmati karena rame banget
    Pengunjung udah kayak cendol
    Memang liburan di sumbar itu jangan pas lebaran ya

    BalasHapus